PENYELEWENGAN DANA BANSOS DI KECAMATAN RUMPIN, KAB BOGOR

Sejak pandemi COVID-19 melanda Indonesia di awal bulan Maret 2020 yang berdampak sangat besar terhadap pendapatan masyarakat terutama masyarakat kelas menengah. Kegiatan sekolah, perkantoran, dan lainnya dipindahkan ke rumah. Pembatasan aktivitas di luar rumah tentu saja sangat mempengaruhi masyarakat yang berprofesi sebagai pekerja lepas atau yang berpendapatan harian. Pemerintah pun pada akhirnya menyediakan dana bantuan sosial bagi masyarakat yang terpengaruh dengan kondisi ini. 

Bantuan sosial (Bansos) disalurkan melalui pendataan masyarakat yang membutuhkan oleh pegawai di kecamatan setempat. Bantuan sosial ini dapat berupa makanan pokok maupun sejumlah uang. Sayangnya, bahkan di masa sulit seperti itu pun terdapat oknum yang mencari celah untuk keuntungan pribadi. Salah satu kasus penyelewengan bansos di daerah saya adalah pemalsuan data masyarakat yang membutuhkan dana bansos. Kasus ini terjadi di Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. 

Dilansir dari Kompas.com, pelaku merupakan seorang kasi pelayanan desa. Pelaku memalsukan data penduduk dengan memasukkan nama penduduk yang telah berpindah tempat tinggal, hingga penduduk yang telah meninggal dunia. Setidaknya terdapat 855 warga yang didaftarkan sebagai penerima dana nasos tersebut. Nyatanya, data penduduk sebanyak 30 orang dipalsukan agar pelaku dapat mendapatkan keuntungan. Dana bansos yang diberikan sebesar Rp.600.000 tersebut diberikan untuk kurun waktu 3 bulan dari April hingga Juni 2020, sehingga setiap penduduk yang didaftarkan mendaptkan dana bansos sebesar Rp.1.800.000 per orang. 

Dari 30 data yang dipalsukan, setidaknya terdapat 7 nama dengan alamat tempat tinggal yang sama namun memiliki NIK yang berbeda. Kemudian 19 data penduduk yang telah berpindah tempat tinggal, 2 nama yang telah mendapatkan bantuan PKH dan 2 nama lainnya adalah nama penduduk yang telah meninggal dunia. Tentu saja aksi semacam ini tidak dilakukan sendirian, pelaku dibantu oleh 15 orang joki untuk mencairkan dana bansos tersebut di kantor pos. Setiap joki ditugaskan untuk mencairkan dana bansos untuk 2 orang. Dengan memalsukan data sebanyak 30 orang pelaku mendapatkan keuntungan sebesar Rp.54.000.000. Tentu saja nominal tersebut bukanlah jumlah yang kecil di masa pandemi saat itu. Dana tersebut seharusnya dapat membiayai 30 keluarga yang mengalami kesulitan di masa awal pandemi. Dari keuntungan Rp.54.000.000 tersebut, pelaku memberikan Rp,250.000 untuk tiap joki yang telah membantu kejahatannya tersebut.

Saat penangkapan, uang Rp.54.000.000 tersebut telah disetorkan kepada sekretaris desa (sekdes) Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin. Atas kasus ini, polisi mengamankan sejumlah barang bukti seperti 1 lembar kuitansi, 1 unit ponsel, dan 27 lembar surat undangan penerima bansos tunai. Uang tersebut tidak sempat dibelanjakan barang mewah oleh pelaku namun langsung diserahkan kepada sekdes. 

Tersangka pada akhirnya dijatuhi Pasal 43 ayat (1) UU RI Nomor 13 Tahun 2011 tentang penanganan fakir miskin, dimana setiap orang yang menyalahgunakan dana penanganan fakir miskin, dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000.

Sementara itu, Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Bogor menilai, kasus penyelewengan semacam ini merupakan hasil sebab akibat sejak awal pendataan calon penerima bansos yang buruk. Namun, menurut saya, tidak peduli bagaimana sebuah sistem dijalankan, jika memang terdapat oknum-oknum yang tidak memiliki rasa empati terhadap sesama, hal-hal semacam ini dapat terjadi kapan saja. Bukankah sudah seharusnya seorang pelayan masyarakat merupakan seseorang yang amanah terhadap tugasnya?

Nama    : Putri Cahya Ramadhanti
NPM     : 15219063
Kelas     : 3EA05

Sumber berita : https://regional.kompas.com/read/2021/02/16/16403321/penyelewengan-bansos-covid-19-di-kabupaten-bogor-modus-duplikasi-data-orang?page=all 

Comments